Komentar: Bagaimana pemilih akan berayun dalam pemilihan umum Indonesia 2024?

Komentar: Bagaimana pemilih akan berayun dalam pemilihan umum Indonesia 2024?

masa lalu versus masa kini

Ketiga, pada 2014, ketika Joko Widodo dan mantan jenderal Prabowo Subianto mencalonkan diri sebagai presiden, narasinya adalah tentang “masa lalu versus masa kini”. Prabowo dipandang mewakili “masa lalu” karena hubungannya dengan rezim baru, sedangkan Jokowi dilihat sebagai “harapan” atau “masa depan”. Narasi tersebut menonjol bagi Jokowi, yang tampaknya lebih mampu menarik pemilih milenial daripada Prabowo.

Dalam pemilu mendatang, calon potensial cenderung mewakili ‘yang hadir’, kecuali Prabowo yang berusia 71 tahun dan kembali mencalonkan diri. Mayoritas kandidat yang diharapkan mencalonkan diri pada 2024 berusia di bawah 60 tahun dan tidak ada yang dianggap terkait dengan ‘masa lalu’.

Menjelang tahun pemilu, Indonesia menghadapi tantangan yang bahkan lebih berat dibandingkan tahun 2014 atau 2019. Negara ini masih belum pulih dari COVID-19 dan masih dalam tahap pemulihan. Pengangguran terus meningkat. Prospek resesi global membayangi ekonomi negara itu dan mengancam pemulihannya pascapandemi.

Singkatnya, keadaan di Indonesia lebih sulit dibandingkan lima atau sepuluh tahun yang lalu. Mengingat tantangan ini, para pemilih mengharapkan pemimpin masa depan mereka untuk memberikan solusi yang efektif untuk mengatasi masalah ini.

Dalam politik Indonesia, keputusan krusial bagi pemilih bukanlah memilih kiri atau kanan, tetapi apa yang dapat ditawarkan oleh kandidat untuk membuat hidup lebih dapat ditanggung oleh warga negara biasa.

Muhammed Ersan Pamungkas adalah seorang ahli bahasa dan penerjemah yang tinggal di Jakarta. Komentar ini penampilan pertama Di blog Lowy The Interpreter Institute.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *