Bias media dalam pemilihan presiden di Indonesia

Bias media dalam pemilihan presiden di Indonesia

Pertumbuhan demokrasi Indonesia saat ini dipengaruhi oleh kemajuan informasi dan teknologi yang semakin pesat. menurut Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah pengguna internet meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2019, terdapat 132,7 miliar pengguna internet di Indonesia dari total populasi 262,0 miliar, hampir setengah dari populasi negara. Dengan berlalunya waktu, Internet telah berkembang menjadi alat yang digunakan oleh politisi dalam kampanye pemilu mereka. Lebih-lebih lagiSebagian besar media di Indonesia dikendalikan oleh partai politik, seperti media cetak online Media Indonesia, yang CEO-nya adalah Surya Paloh, yang juga ketua Nasdem (sebuah partai di Indonesia). Termasuk juga Gurnas Media yang pendukung utamanya adalah politikus Partai Demokrat Geeta Wirgawan, Kedaulatan Rakyat Media milik Edham Samawi, Dewan Pimpinan Pusat Partai (DPP) PDI Perjuangan, dan masih banyak media cetak dan penyiaran lainnya. melalui televisi.

Kepemilikan sebuah perusahaan media oleh seorang politisi tidak bisa dihindari di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia. Namun, apakah monarki ini berdampak pada perkembangan demokrasi di sana secara khusus? Media memiliki pengaruh yang besar terhadap pemilihan presiden di Indonesia. Berita yang disiarkan oleh media dapat mempengaruhi opini publik. Namun, adanya bias media dapat menimbulkan sejumlah persoalan dalam proses demokrasi, seperti terjadinya misinformasi, penyebaran opini yang tidak berimbang, cara pandang yang berbeda dengan realitas yang ada, bahkan konflik.

Media dan bias publik

Tahun menjelang pemilihan presiden Indonesia melihat peningkatan bias media. Melalui berita yang diberitakan di media, bias ini menimbulkan banyak misinformasi, ketegangan, dan perdebatan di masyarakat. Khususnya terkait masalah politik, media memiliki kemampuan untuk mempengaruhi opini publik melalui penggunaan taktik framing peristiwa dalam pemberitaan. Menurut definisi framing Robert Entman (Entman, 1993), berita dibuat dengan memilih dan menekankan unsur-unsur tertentu dari realitas yang dirasakan sesuai dengan kebutuhan khalayak. Dalam penelitiannya, Entman menegaskan bahwa kerangka kerja media belum tentu objektif, melainkan mewakili kepentingan penguasa; Dalam konteks pemilihan presiden di Indonesia, hal ini seringkali terwujud dalam penggunaan pemberitaan politik, sensasionalisme, dan pemberitaan selektif. Sumber media terkadang menyajikan berita secara bias dengan berfokus pada topik atau peristiwa yang berkaitan dengan calon presiden tertentu sambil meremehkan atau mengabaikan informasi lainnya. Hal ini tidak diragukan lagi akan mengarah pada persepsi di luar layar tentang apa yang sebenarnya terjadi dan memengaruhi opini publik yang mendukung orang dalam gambar narasi berita.

Selain itu, istilah “bias media” biasanya merujuk pada sensasionalisme atau penggunaan bahasa yang disertai dengan pencitraan yang dramatis dan dilebih-lebihkan. Ini mungkin membuat orang merasa seolah-olah beberapa peristiwa politik diperlukan. Pelaporan partisan, di mana media secara terbuka mempromosikan calon tunggal, dapat memengaruhi proses pemilihan dengan menegaskan kembali praduga dan dapat berdampak signifikan terhadap persepsi publik terhadap calon atau calon oposisi. Media yang bias dapat merusak proses demokrasi karena dapat mengacaukan fakta dan persepsi yang tidak akurat tentang lanskap politik dan opini publik yang mendukung kandidat atau partai politik tertentu. Karena informasi yang diperoleh melalui media yang tidak memihak, pada akhirnya dapat melemahkan legitimasi proses politik dan melemahkan kepercayaan publik maupun publik terhadap lembaga-lembaga demokrasi.

kemandirian media

Media memilikinya Niscaya aturan yang berlaku untuk menghasilkan produk jurnalistik ketika menyebarkan informasi kepada masyarakat umum, terutama ketika datang untuk membawa berita politik kepada masyarakat. Salah satunya adalah menggunakan kepentingan publik sebagai landasan jurnalisme informasi pembuatan berita. Cita-cita ketidakberpihakan dan independensi harus dijunjung tinggi dalam semua upaya jurnalistik. Media merupakan pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dan harus berperan sebagai pengawas. Pengertian independen mencakup filosofi jurnalistik yang independen, serta jujur, berimbang, dan tidak memihak pada salah satu pihak dari kepentingan publik, yaitu kelompok pengawas. Media berperan dalam menjaga jarak dari semua orang. Tunjukkan minat publik dalam layanan hukum, pemerintahan, dan peran legislatif.

sebagai tambahan, Indonesia akan mengadakan pemilihan presiden pada tahun 2024, yang hanya berjarak satu tahun dari kita. Untuk memastikan bahwa situasi seputar pemilu sebelumnya tidak terulang, penting bagi media untuk memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi yang tidak memihak dan akurat. Dengan demikian, peran media sangat menentukan masa depan Indonesia. Selama media memenuhi kewajibannya sejalan dengan nilai-nilai menjaga demokrasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *