Mahkamah Konstitusi Pastikan Layanan OTT Tetap Tunduk pada UU ITE;  Undang-Undang Penyiaran tidak berlaku untuk platform OTT

Mahkamah Konstitusi Pastikan Layanan OTT Tetap Tunduk pada UU ITE; Undang-Undang Penyiaran tidak berlaku untuk platform OTT

Pertimbangan Yudisial

Pengadilan menolak permohonan tersebut karena dua alasan utama:

1. Layanan OTT memiliki karakter yang berbeda dengan penyiaran tradisional.

Keputusan tersebut menyatakan bahwa ruang lingkup UU Penyiaran tidak mencakup layanan OTT karena sifat penyiaran tradisional dan penyiaran melalui internet yang berbeda. Dalam paragraf 3.13.1, pengadilan menyatakan bahwa “Layanan OTT pada dasarnya berbeda karakternya dari penyiaran konvensional.”

2. Layanan OTT tercakup dalam peraturan lain yang ada.

Mahkamah menegaskan bahwa ada peraturan, yaitu UU ITE dan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“GR 71”), yang mengatur kegiatan media OTT dan semua informasi yang disebarkan melalui internet untuk menangkap . Dalam paragraf 3.13.2, Mahkamah menyatakan bahwa “…ini tidak berarti bahwa ada kekosongan hukum bagi layanan OTT, sebagaimana didalilkan oleh para pemohon, karena pengawasan atau kontrol atas konten layanan OTT dikirimkan melalui sistem elektronik, yang ketentuannya mengatur UU EIT.”

Kontinuitas layanan OTT di Indonesia

Karena layanan OTT tetap tunduk pada UU ITE, peraturan pelaksanaannya dan peraturan terkait lainnya, tidak ada perbedaan dalam praktik bisnis bagi penyedia layanan OTT di Indonesia. Meskipun Menkominfo telah diberikan wewenang untuk mengenakan sanksi administratif atas konten yang diterbitkan oleh penyedia layanan OTT, penyedia layanan OTT tidak tunduk pada Undang-Undang Penyiaran.

Artinya Komisi Penyiaran Indonesia (Komisi Penyiaran Indonesia) otoritas tidak mencakup kegiatan penyensoran terkait konten yang didistribusikan melalui platform OTT. Namun, ini tidak berarti bahwa penyedia layanan OTT tidak tunduk pada moderasi konten. UU ITE dan peraturan pelaksanaannya mewajibkan penyedia layanan OTT (termasuk penyedia layanan OTT asing yang menawarkan layanan mereka di Indonesia) untuk memastikan bahwa sistem elektronik mereka tidak meng-host konten yang melanggar hukum. Oleh karena itu, penyedia layanan OTT harus melakukan sensor internal terhadap konten di platform mereka untuk mematuhi peraturan terkait di Indonesia. Jika tidak, penyedia layanan OTT dapat dikenakan sanksi administratif, yang dapat menyebabkan pemblokiran akses ke platform atau bahkan sanksi pidana dalam kasus tertentu.

Menkominfo mengeluarkan peraturan pada akhir November 2020, yaitu Peraturan No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Swasta, yang mewajibkan penyelenggara jasa OTT, termasuk penyelenggara jasa OTT asing yang menawarkan jasanya di Indonesia, untuk mendaftar pada Menkominfo dan memoderasi konten mereka. Jadi, meskipun Undang-Undang Penyiaran tidak akan berlaku untuk penyedia layanan OTT, Menkominfo menerapkan persyaratan baru yang juga menargetkan penyedia layanan OTT asing.

Lihat peringatan pelanggan kami jalan pintas untuk referensi Anda lebih lanjut.

Terakhir, sebagai pembaruan, pemerintah bermaksud merevisi UU Penyiaran yang sudah ada dan ada kemungkinan pemerintah akan memasukkan ketentuan terkait OTT ke dalam rancangan UU Penyiaran yang akan datang. Sejauh ini, pemerintah belum menghadirkan rancangan peraturan baru ini, sehingga untuk saat ini hanya rumor dan fakta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *