Menteri Terhina Edhy Prabowo Menghabiskan Uang Suap untuk Rolex Watch Selama Perjalanan ke Hawaii

Jakarta. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan istrinya telah menggunakan sebagian uang suap untuk membeli jam tangan Rolex dan tas mewah selama perjalanan mereka ke Hawaii, menurut rincian baru yang muncul saat konferensi pers oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Rabu. malam.

Pasangan itu ditangkap setelah tengah malam pada Rabu bersama dengan 15 orang lainnya yang ditahan dalam operasi terpisah.

Komisi tersebut menuduh bahwa Edhy dan rekan-rekannya telah menerima setidaknya Rp 9,8 miliar ($ 693.000) suap dari eksportir yang mengambil keuntungan dari keputusannya untuk mencabut larangan ekspor larva lobster.

Sedikitnya tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam kasus tersebut, namun istri Edhy, anggota DPR Iis Rosita Dewi, tidak termasuk.

“Setelah serangkaian pemeriksaan yang dilanjutkan dengan peninjauan kasus secara menyeluruh, KPK menyimpulkan bahwa telah dilakukan tindak pidana korupsi oleh pejabat negara yang menerima suap sebagai ganti izin usaha perikanan,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di sela-sela acara. konferensi di kantornya di Jakarta Selatan.

Dia mengatakan penyidik ​​telah menyita kartu ATM; Jam tangan Rolex dan Jacob & Co; Tas dan koper Louis Vuitton, Hermes dan Tumi; dan pakaian Old Navy dari para tersangka.

“Selama perjalanan mereka ke Honolulu, Amerika Serikat, EP dan IRW menghabiskan sekitar Rp 750 juta untuk satu jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV serta baju Old Navy pada 21-23 November,” kata Nawawi mengacu pada Edhy dan istrinya melalui inisial.

Mitra dalam kejahatan
Edhy dan para pembantunya dituduh menerima suap dari pengusaha dan menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi.

Para tersangka termasuk Edhy; dua pembantunya bernama Safri dan Andreau Pribadi Misanta; seorang karyawan perusahaan pengiriman Aero Citra Kargo bernama Siswadi; direktur perusahaan ekspor Dua Putra Perkasa Pratama yang diidentifikasi sebagai Suharjito; seorang asisten pribadi istri Edhy bernama Ainul Faqih, dan seorang pria yang diidentifikasi sebagai Amiril Mukminin.

Andreau dan Amiril tidak termasuk di antara 17 orang yang ditangkap dalam operasi terpisah di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang Banten, di Jakarta dan di Depok, Jawa Barat dari Selasa malam hingga Rabu pagi.

Kedua pria itu masih buron.

“Kami meminta kedua tersangka itu segera menyerahkan diri ke KPK,” kata Nawawi.

Monopoli
Menurut dokumen kasus, Edhy menunjuk Safri dan Andreau pada Mei untuk memimpin tim yang bertugas memverifikasi perusahaan yang memenuhi syarat untuk ekspor larva lobster.

Kedua pria tersebut kemudian menjadi kaki tangan Edhy dalam kejahatan tersebut dengan mengumpulkan uang dari eksportir dan menyalurkannya kepada bos mereka. Kedua pria tersebut memberi tahu eksportir bahwa pengiriman harus menggunakan layanan hanya dari Aero Citra Kargo dengan tarif yang ditentukan.

Dua Putra Perkasa Pratama telah menggunakan layanan tersebut setidaknya untuk sepuluh pengiriman larva lobster ke pasar luar negeri, menurut dokumen tersebut. Perusahaan ekspor itu bersama beberapa perusahaan lain telah mentransfer sedikitnya Rp 9,8 miliar kepada Aero Citra Kargo dan uang itu kemudian sampai ke para pembantunya dan menteri itu sendiri, bunyinya.

Pada 5 November lalu, uang sejumlah Rp 3,4 miliar telah ditransfer ke rekening bank milik Ainul Faqih, asisten pribadi istri Edhy.

Uang itu ditujukan untuk menteri dan istrinya saat mereka melakukan perjalanan ke Honolulu, di mana mereka menghabiskan sebagian dari uang haram itu untuk barang-barang mewah, menurut dokumen itu.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyampaikan pidato saat Rakornas KKP di Jakarta, Rabu (4/12/2019). Rakornas yang mengambil tema 'Mewujudkan Indonesia Maju Melalui Sektor KP' itu untuk menghasilkan Rencana Strategis KKP 2020-2024. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama.
Edhy Prabowo (Foto Antara)

Respon Pemerintah
Edhy adalah menteri aktif ketiga di kabinet Presiden Joko Widodo yang tersangkut kasus korupsi, setelah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

Yang terakhir dinyatakan bersalah karena korupsi yang tidak terkait dengan pekerjaan kementeriannya, sementara Imam menjalani hukuman penjara karena menerima suap saat menjabat.

Presiden menegaskan dia tidak akan campur tangan dalam proses hukum terhadap Edhy, yang juga seorang eksekutif di Partai Gerakan Indonesia Raya, atau Gerindra.

“Saya yakin KPK bekerja secara transparan, terbuka, dan profesional,” kata Presiden di ruang kerjanya.

“Pemerintah secara konsisten mendukung setiap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,” imbuhnya.

Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemerintah akan bekerja sama dengan KPK dalam penyidikan yang sedang berlangsung.

“Pemerintah tidak akan pernah campur tangan dan kami membiarkan proses hukum tetap berjalan sesuai dengan undang-undang yang ada,” kata Mahfud kepada wartawan di kantornya.

Ia mengatakan pemerintah belum mengetahui secara pasti kasus korupsi yang melibatkan Edhy, namun “apapun itu, pemerintah akan mendukung apa yang sedang dilakukan KPK saat ini”.

“Kami sudah sampaikan ke KPK untuk jalan terus dan berjanji akan mendukung setiap upaya pemberantasan korupsi,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *